Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

fatwa ulama tentang zakat profesi (zakat mal)

Berikut ini kami
nukilkan fatwa-fatwa ulama
berkaitan dengan zakat profesi
diambil dari Majalah As-Sunnah
edisi 006 tahun VIII 1424 H
dikarenakan mendesaknya
pembahasan tentang hal
tersebut.
Zakat Gaji
Soal:
Berkaitan dengan pertanyaan
tentang zakat gaji pegawai.
Apakah zakat itu wajib ketika gaji
diterima atau ketika sudah
berlangsung haul (satu tahun)?
Jawab:
Bukanlah hal yang meragukan,
bahwa di antara jenis harta yang
wajib dizakati ialah dua mata
uang (emas dan perak). Dan di
antara syarat wajibnya zakat
pada jenis-jenis harta semacam
itu, ialah bila sudah sempurna
mencapai haul. Atas dasar ini,
uang yang diperoleh dari gaji
pegawai yang mencapai nishab,
baik dari jumlah gaji itu sendiri
ataupun dari hasil gabungan
uangnya yang lain, sementara
sudah memenuhi haul, maka
wajib untuk dizakatkan.
Zakat gaji ini tidak bisa diqiyaskan
dengan zakat hasil bumi. Sebagai
persyaratan haul (satu tahun)
tentang wajibnya zakat bagi dua
mata uang (emas dan perak)
merupakan persyaratan yang
jelas berdasarkan nash. Apabila
sudah ada nash, maka tidak ada
lagi qiyas.
Berdasarkan itu maka tidaklah
wajib zakat bagi uang dari gaji
pegawai sebelum memenuhi
haul.
Lajnah Da’imah lil al Buhuts al
Ilmiyah wa al Ifta’
Ketua:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah
bin Baz rahimahullah
Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi
rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani ’
Soal:
Saya seorang pegawai di sebuah
perusahaan swasta dalam
negeri. Gaji saya setiap bulan
sebesar empat ribu riyal saudi.
Termasuk uang sewa rumah
sebesar seribu riyal Saudi.
Apakah saya wajb mengeluarkan
zakat harta? Jika wajib, berapakah
jumlahnya? Perlu diketahui,
bahwa tidak ada pemasukan
sampingan bagi saya, kecuali gaji
tersebut.
Jawab:
Apabila anda telah memiliki
kecukupan atau kelebihan dari
gaji bulanan Anda tersebut,
maka wajib dikeluarkan zakatnya
apabila telah mencapai nishab.
Yaitu sekitar empat ratus riyal
Saudi. Hal itu jika jumlah nishab
tersebut telah berlalu satu haul
(satu tahun). Apabila anda
menyisihkan sejumlah uang dari
gaji bulanan untuk ditabung,
maka yang terbaik dan paling
selamat adalah Anda
mengeluarkan zakat dari uang
yang Anda tabung itu pada bulan
tertentu setiap tahunnya.
Jumlahnya adalah dua setengah
persen dari harta yang dimiliki.
Semoga Allah memberi taufik
kepada kita. (Fatwa Syaikh Bin
Jibrin).
Zakat dari Gaji yang Sering
Terpakai
Soal:
Apabila seorang muslim menjadi
pegawai atau pekerja yang
mendapat gaji bulanan tertentu,
tetapi ia tidak mempunyai
sumber penghasilan lain.
Kemudian dalam keperluan
nafkahnya untuk beberapa bulan,
kadang menghabiskan gaji
bulanannya. Sedangkan pada
beberapa bulan lainnya
kadangmasih tersisa sedikit yang
disimpan untuk keperluan
mendadak (tak terduga).
Bagaimanakah cara orang ini
membayarkan zakatnya?
Jawab:
Seorang muslim yang dapat
terkumpul padanya sejumlah
uang dari gaji bulanannya
ataupun dari sumber lain, bisa
berzakat selama sudah
memenuhi haul, bila uang yang
terkumpul padanya mencapai
nishab. Baik (jumlah nishab
tersebut berasal) dari gaji itu
sendiri ataupun ketika
digabungkan dengan uang lain,
atau dengan barang dagangan
miliknya yang wajib dizakati.
Tetapi, apabila ia mengeluarkan
zakatnya sebelum uang yang
terkumpul padanya memenuhi
haul, dengan niat membayarkan
zakatnya di muka, maka hal itu
merupakan hal yang baik saja
Insya Allah.
Lajnah Da’imah lil al Buhuts al
Ilmiyah wa al Ifta’
Ketua:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah
bin Baz rahimahullah
Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi
rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Qu ’ud
Zakat Harta dari Sumber yang
Berbeda-Beda
Soal:
Bagaimana seorang muslim
menzakati harta yang
diperolehnya dari gaji, upah,
hasil keuntungan dan harta
pemberian? Apakah harta-harta
itu digabungkan dengan harta-
harta lain miliknya? Lalu ia
mengeluarkan zakatnya pada
saat masing-masing harta
tersebut mencapai haul? Ataukah
ia mengeluarkan zakatnya pada
saat ia memperoleh harta itu jika
telah mencapai nishab harta itu
sendiri, atau jika digabung
dengan harta lain miliknya, tanpa
menggunakan syarat haul?
Jawab:
Dalam hal ini, di kalangan ulama
terjadi dua pendapat. Menurut
kami, yang rajih (kuat) ialah
setiap kali ia memperoleh
tambahan harta, maka tambahan
harta itu digabungkan pada
nishab yang sudah ada padanya
(Maksudnya tidak setiap harta
tambahan dihitung berdasarkan
haulnya masing-masing, pent).
Apabila sudah memenuhi haul
(satu tahun) dalam nishab
tersebut, ia harus mengeluarkan
zakat dari nishab yang ada
beserta tambahan harta hasil
gabungannya.
Tidak disyaratkan masing-
masing harta tambahan yang
digabungkan dengan harta
pokok itu harus memenuhi
haulnya sendiri-sendiri. Pendapat
yang tidak seperti ini,
mengandung kesulitan yang
amat besar. Padahal di antara
kaidah yang ada dalam Islam
adalah:
“……Dia (Allah) sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu
kesempitan ……” (Qs. al Hajj: 78)
Sebab, seseorang – terutama jika
seseorang itu memiliki banyak
harta atau pedagang – akan
harus mencatat tambahan
nishab setiap harinya, misalnya:
hari ini datang kepadanya jumlah
uang sekian. Dan itu dilakukan
sambil menunggu hingga
berputar satu tahun. Demikian
seterusnya…, tentu hal itu akan
sangat menyulitkan. (Fatwa
Syaikh al Bani dari majalah as
Shalah no. 5/15 Dzulhijjah 1413
dalam rubrik soal-jawab)
Soal:
1) Seorang pegawai, gaji
bulanannya diberikan secara
tidak tetap. Kadang pada bulan
tertentu diberikan kurang dari
semestinya, pada bulan lain lebih
banyak. Sementara, gaji yang
diterima pertama kali sudah
mencapai haul (satu tahun).
Sedangkan sebagian gaji yang
lain belum memenuhi haul (satu
tahun). Dan ia tidak mengetahui
jumlah gaji (pasti) yang
diterimanya setiap bulan.
Bagaimana cara ia
menzakatkannya?
2) Seorang pegawai lain
menerima gaji bulanannya setiap
bulan. Pada setiap kali menerima
gaji, ia simpan di lemarinya. Dia
memenuhi kebutuhan belanja
dan tuntutan rumah tangganya
dari uang yang ada di lemari
simpanannya ini setiap hari, atau
pada waktu-waktu yang
berdekatan, akan tetapi dengan
jumlah yang tidak tetap, sesuai
dengan kebutuhan. Bagaimana
cara mengukur haul dari apa
yang ada di lemari? Dan
bagaimana pula cara
mengeluarkan zakat dalam kasus
ini? Padahal sebagaimana telah
diterangkan di muka, proses
pemenuhan gaji (yang kemudian
disimpan sebagai persediaan
harian), tidak semuanya sudah
berjalan satu tahun?
Jawab:
Karena pertanyaan pertama dan
kedua mempunyai satu
pengertian dan juga ada kasus-
kasus senada, maka Lajnah
Da ’imah (lembaga fatwa ulama di
Saudi Arabia), memandang perlu
memberikan jawaban secara
menyeluruh, supaya faidahnya
dapat merata.
Barangsiapa yang memiliki uang
mencapai nishab (ukuran jumlah
tertentu yang karenanya dikenai
kewajiban zakat) , kemudian
memiliki tambahannya berupa
uang lain pada waktu yang
berbeda-beda, dan uang
tambahannya itu tidak berasal
dari sumber uang pertama dan
tidak pula berkembang dari uang
pertama, tetapi merupakan uang
dari penghasilan terpisah (seperti
uang yang diterima oleh seorang
pegawai dari gaji bulanannya,
ditambah uang hasil warisan, hi
ah atau hasil bayaran dari
pekarangan umpamanya).
Apabila ia ingin teliti menghitung
haknya dan ingin teliti untuk tidak
membayarkan zakat kepada
yang berhak kecuali menurut
ukuran harta yang wajib
dizakatkan, maka ia harus
membuat daftar perhitungan
khusus bagi tiap-tiap jumlah
perolehan dari masing-masing
bidang dengan menghitung
masa haul(satu tahun), semenjak
hari pertama memilikinya.
Selanjutnya, ia keluarkan zakat
dari setiap jumlah masing-
masing, pada setiap kali
mencapai haul (satu tahun)
semenjak tanggal kepemilikian
harta tersebut.
Namun, apabila ia ingin enak dan
menempuh cara longgar serta
lapang diri untuk lebih
mengutamakan pihak fuqara dan
golongan penerima zakat
lainnya, ia keluarkan saja zakat
dari seluruh gabungan uang
yang dimilikinya, ketika sudah
mencapai haul (satu tahun)
dihitung sejak nishab pertama
yang dicapai dari uang miliknya.
Ini lebih besar pahalanya, lebih
mengangkat kedudukannya,
lebih memberikan rasa santainya
dan lebih menjaga hak-hak fakir
miskin serta seluruh golongan
penerima zakat.
Sedangkan jika uang yang ia
keluarkan berlebih dari jumlah
(nishab), uang yang sudah
sempurna haulnya, dihitung
sebagai uang zakat yang
dibayarkan di muka bagi uang
yang belum mencapai haul.
Lajnah Da’imah li al Buhuts al
Ilmiyah wa al Ifta’
Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi
rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani ’
Zakat dari Harta yang
disiapkan untuk Pernikahan
(Suatu Keperluan)
Soal:
Saya adalah seorang pegawai di
salah satu kantor pemerintahan
(pegawai negeri). Setiap bulan
saya menerima gaji sebesar
empat ribu riyal. Dalam waktu
kurang lebih satu tahun, saya
telah mengumpulkan uang
sebanyak tujuh belas ribu riyal.
Saya simpan uang tersebut di
sebuah bank syari ’at. Pada bulan
Syawal, uang itu akan saya
gunakan untuk biaya pernikahan-
Insya Allah. Bahkan, saya
terpaksa meminjam uang
berkali-kali lebih banyak dari
jumlah tabungan saya itu untuk
keperluan acara pernikahan.
Pertanyaan saya, apakah uang
tabungan saya sebesar tujuh
belas ribu riyal itu harus
dibayarkan zakatnya?
Sebagaimana dimaklumi, uang
tersebut telah berlalu satu haul.
Jika wajib dikeluarkan, berapakah
jumlahnya?
Jawab:
Anda wajib mengeluarkan zakat
dari uang tabungan anda itu.
Sebab telah berlalu satu haul
atasnya. Sekalipun anda
menyiapkan uang itu untuk biaya
nikah, untuk membayar hutang
ataupun untuk renovasi rumah
dan keperluan lainnya.
Berdasarkan dalil-dalil umum
yang berkenaan zakat emas dan
perak serta yang sejenis dengan
keduanya. Jumlah yang wajib
dikeluarkan ialah dua setengah
persen. Yaitu dua puluh lima riyal
untuk setiap seribu riyal. (Syaikh
bin Baz)
Soal:
Apakah uang tabungan dari gaji
bulanan wajib dikeluarkan
zakatnya? Sementara sudah
sempurna satu haul atasnya.
Perlu juga diketahui, bahwa uang
tersebut tidak dibungakan dan
akan digunakan untuk nafkah
keluarga. Apakah wajib
dikeluarkan zakatnya?
Jawab:
Benar, wajib dikeluarkan
zakatnya jika telah sempurna
satu haul. Sebab setiap harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya,
tidak disyaratkan harus diniatkan
untuk perniagaan. Oleh sebab itu
pula, buah-buahan dan biji-bijian
wajib dikeluarkan zakatnya,
meskipun tidak dipersiapkan
untuk diperdagangnkan. Hingga
sekiranya seseorang memiliki
beberapa pohon kurma di
rumahnya untuk dikonsumsi
sendiri dan hasil buahnya telah
mencapai nishab, tetap wajib
dikeluarkan zakatnya. Demikian
pula halnya, hasil pertanian dan
lainnya yang wajib dibayarkan
zakatnya. Begitu pula binatang
ternak yang digembalakn di
tempat-tempat penggembalaan,
wajib dibayarkan zakatnya
meskipun si pemilik tidak
mempersiapkannya untuk
diperjualbelikan.
Hasil tabungan dari gaji bulanan
yang dipersiapkan untuuk nafkah
juga wajib dikeluarkan zakatnya,
bila telah mencukupi satu haul
dan mencapai nishab.
Namun dalam hal ini, ada
permasalahan rumit bagi
kebanyakan orang. Uang yang
mereka terima dari gaji bulanan
atau dari penyewaan rumah atau
toko yang harganya naik setiap
bulan atau sejenisnya, disimpan
dalam tabungan atau di bank.
Kadang kala ia memasukkan
uang dan kadangkala
mengambilnya, sehingga sulit
baginya menentukan manakah
yang telah berlalu satu haul dari
uang tabungannya itu.
Dalam kondisi demikian –
menurut pendapat kami – bila
sepanjang satu tahun tersebut
uang tabungannya tidak kurang
dari jumlah nishab, maka yang
terbaik baginya ialah menghitung
haul mulai dari awal jumlah uang
tabungannya mencapai nishab.
Kemudian mengeluarkan
zakatnya bila telah genap satu
haul.
Dengan demikian, ia telah
mengeluarkan zakat uang
tabungannya, baik yang sudah
genap satu haul maupun yang
belum. Dalam kondisi ini, uang
tabungan yang belum genap
satu haul, terhitung telah
didahulukan zakatnya.
Mendahulukan pembayaran
zakat tentunya dibolehkan. Cara
seperti ini tentu lebih mudah
daripada setiap bulan
menghitung haul uang
tabungan. (Syaikh Ibn Utsaimin)
Kangsoel
Seorang biasa, gak ada yang istimewa

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter