Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

memahami pengertian ibadah

Memahami tauhid tanpa
memahami konsep ibadah
adalah mustahil. Oleh karena itu
mengetahuinya adalah sebuah
keniscayaan. Penulis syarah Al-
Wajibat menjelaskan, “Ibadah
secara bahasa berarti
perendahan diri, ketundukan dan
kepatuhan. ” (Tanbihaat
Mukhtasharah, hal. 28).
Adapun secara istilah syari’at,
para ulama memberikan
beberapa definisi yang beraneka
ragam. Di antara definisi terbaik
dan terlengkap adalah yang
disampaikan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah. Beliau
rahimahullah mengatakan,
“ Ibadah adalah suatu istilah yang
mencakup segala sesuatu yang
dicintai Allah dan diridhai-Nya,
baik berupa perkataan maupun
perbuatan, yang tersembunyi
(batin) maupun yang nampak
(lahir). Maka shalat, zakat, puasa,
haji, berbicara jujur, menunaikan
amanah, berbakti kepada kedua
orang tua, menyambung tali
kekerabatan, menepati janji,
memerintahkan yang ma ’ruf,
melarang dari yang munkar,
berjihad melawan orang-orang
kafir dan munafiq, berbuat baik
kepada tetangga, anak yatim,
orang miskin, ibnu sabil (orang
yang kehabisan bekal di
perjalanan), berbuat baik kepada
orang atau hewan yang dijadikan
sebagai pekerja, memanjatkan
do ’a, berdzikir, membaca Al
Qur’an dan lain sebagainya
adalah termasuk bagian dari
ibadah. Begitu pula rasa cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya,
takut kepada Allah, inabah
(kembali taat) kepada-Nya,
memurnikan agama (amal
ketaatan) hanya untuk-Nya,
bersabar terhadap keputusan
(takdir)-Nya, bersyukur atas
nikmat-nikmat-Nya, merasa
ridha terhadap qadha/takdir-Nya,
tawakal kepada-Nya,
mengharapkan rahmat (kasih
sayang)-Nya, merasa takut dari
siksa-Nya dan lain sebagainya itu
semua juga termasuk bagian
dari ibadah kepada Allah. ” (Al
‘Ubudiyah, cet. Maktabah Darul
Balagh hal. 6).
Dari keterangan di atas kita bisa
membagi ibadah menjadi tiga;
ibadah hati, ibadah lisan dan
ibadah anggota badan. Dalam
ibadah hati ada perkara-perkara
yang hukumnya wajib, ada yang
sunnah, ada yang mubah dan
adapula yang makruh atau
haram. Dalam ibadah lisan juga
demikian, ada yang wajib,
sunnah, mubah, makruh dan
haram. Begitu pula dalam ibadah
anggota badan. Ada yang yang
wajib, sunnah, mubah, makruh
dan haram. Sehingga apabila
dijumlah ada 15 bagian.
Demikian kurang lebih
kandungan keterangan Ibnul
Qayyim yang dinukil oleh Syaikh
Abdurrahman bin Hasan dalam
Fathul Majid.
Ta’abbud dan Muta’abbad bih
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘ Utsaimin rahimahullah di dalam
kitabnya yang sangat bagus
berjudul Al Qaul Al Mufid
menjelaskan bahwa istilah ibadah
bisa dimaksudkan untuk
menamai salah satu diantara dua
perkara berikut:
1.Ta’abbud. Penghinaan diri dan
ketundukan kepada Allah ‘azza
wa jalla. Hal ini dibuktikan
dengan melaksanakan perintah
dan menjauhi larangan yang
dilandasi kecintaan dan
pengagungan kepada Dzat yang
memerintah dan melarang (Allah
ta’ala).
2. Muta’abbad bihi. Yaitu sarana
yang digunakan dalam
menyembah Allah. Inilah
pengertian ibadah yang
dimaksud dalam definisi Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, “Ibadah
adalah suatu istilah yang
mencakup segala sesuatu yang
dicintai Allah dan diridhai-Nya,
baik berupa perkataan maupun
perbuatan, baik yang
tersembunyi (batin) maupun
yang tampak (lahir)”.
Seperti contohnya sholat.
Melaksanakan sholat disebut
ibadah karena ia termasuk
bentuk ta ’abbud (menghinakan
diri kepada Allah). Adapun segala
gerakan dan bacaan yang
terdapat di dalam rangkaian
sholat itulah yang disebut
muta ’abbad bihi. Maka apabila
disebutkan kita harus
mengesakan Allah dalam
beribadah itu artinya kita harus
benar-benar menghamba
kepada Allah saja dengan penuh
perendahan diri yang dilandasi
kecintaan dan pengagungan
kepada Allah dengan melakukan
tata cara ibadah yang
disyari ’atkan (Al-Qaul Al- Mufid,
I/7).
Pengertian ibadah secara lengkap
Dengan penjelasan di atas maka
ibadah bisa didefinisikan secara
lengkap sebagai: ‘Perendahan diri
kepada Allah karena faktor
kecintaan dan pengagungan
yaitu dengan cara melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya
sebagaimana yang dituntunkan
oleh syari’at-Nya.’ (Syarh
Tsalatsati Ushul, hal. 37).
Oleh sebab itu orang yang
merendahkan diri kepada Allah
dengan cara melaksanakan
keislaman secara fisik namun
tidak disertai dengan unsur
ruhani berupa rasa cinta kepada
Allah dan pengagungan kepada-
Nya tidak disebut sebagai hamba
yang benar-benar beribadah
kepada-Nya. Hal itu seperti
halnya perilaku orang-orang
munafiq yang secara lahir
bersama umat Islam,
mengucapkan syahadat dan
melakukan rukun Islam yang
lainnya akan tetapi hati mereka
menyimpan kedengkian dan
permusuhan terhadap ajaran
Islam.
Macam-macam
penghambaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘ Utsaimin rahimahullah
menjelaskan bahwa
penghambaan ada tiga macam:
1. Penghambaan umum.
2. Penghambaan khusus.
3. Penghambaan sangat khusus.
Penghambaan umum adalah
penghambaan terhadap sifat
rububiyah Allah (berkuasa,
mencipta, mengatur, dsb).
Penghambaan ini meliputi semua
makhluk. Penghambaan ini
disebut juga ‘ubudiyah kauniyah.
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Tidak ada sesuatupun
di langit maupun di bumi
melainkan pasti akan datang
menemui Ar Rahman sebagai
hamba. ” (QS. Maryam [19] : 93).
Sehingga orang-orang kafir pun
termasuk hamba dalam kategori
ini.
Sedangkan penghambaan
khusus ialah penghambaan
berupa ketaatan secara umum.
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Dan hamba-hamba Ar
Rahman adalah orang-orang
yang berjalan di atas muka bumi
dengan rendah hati. ” (QS. Al
Furqan [25] : 63). Penghambaan
ini meliputi semua orang yang
beribadah kepada Allah dengan
mengikuti syari ’at-Nya.
Adapun penghambaan sangat
khusus ialah penghambaan para
Rasul ‘alaihimush shalatu was
salam. Hal itu sebagaimana yang
Allah firmankan tentang Nuh
‘ alaihissalam (yang artinya),
“Sesungguhnya dia adalah
seorang hamba yang pandai
bersyukur. ” (QS. Al Israa’ [17]: 3).
Allah juga berfirman tentang
Nabi Muhammad shallallahu
‘ alaihi wa sallam (yang artinya),
“Dan apabila kalian merasa ragu
terhadap wahyu yang Kami
turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) …” (QS. Al Baqarah
[2] : 23). Begitu pula pujian Allah
kepada para Rasul yang lain di
dalam ayat-ayat yang lain.
penghambaan jenis kedua dan
ketiga ini bisa juga disebut
‘ ubudiyah syar’iyah (Al-Qaul Al-
Mufid I/16, Syarh Tsalatsatul
Ushul, hal. 38-39).
Di antara ketiga macam
penghambaan ini, maka yang
terpuji hanyalah yang kedua dan
ketiga. Karena pada
penghambaan yang pertama
manusia tidak melakukannya
dengan sebab perbuatannya.
Walaupun peristiwa-peristiwa
yang ada di dunia ini (nikmat,
musibah, dsb) yang
menimpanya bisa juga
menyebabkan pujian dari Allah
kepadanya. Misalnya saja ketika
seseorang memperoleh
kelapangan maka dia pun
bersyukur. Atau apabila dia
tertimpa musibah maka dia
bersabar. Adapun penghambaan
yang kedua dan ketiga jelas
terpuji karena ia terjadi
berdasarkan hasil pilihan hamba
dan perbuatannya, bukan karena
suatu sebab yang berada di luar
kekuasaannya semacam
datangnya musibah dan lain
sebagainya (Syarh Tsalatsatil
Ushul, hal. 38-39).
***
Penulis: Abu Mushlih Ari
Wahyudi (abumushlih.com)
Artikel www.muslim.or.id
Kangsoel
Seorang biasa, gak ada yang istimewa

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter